Friday, April 13, 2012

The single fighter


Belakangan ini riweuh banget dengan segala macam paketan tugas :D jadi tuh kayak selesai satu tumbuh seribu haha.. Dan seribu itu diperbaiki (revisi) paling kurang dua kali ahahay.. Tapi yaaah gak papa dijalani aja. Semua itu kan kembali kepada diri kita dan motivasi apa yang jadi dasar untuk kita tetap bersemangat!!
SEMANGAAAT!!!
Menyinggung tentang tugas tugas yang menumpuk kayak ee’ unta ( ih joroknyaa na), kita pasti punya cara sendiri untuk menyiasati bagaimana tugas itu terselesaikan dengan baik dan tepat waktu. Tentu saja setiap mahasiswa itu pasti punya strategi dan teknik sendiri-sendiri dalam menyelesaikan tugas-tugas kramat itu. Saya tidak pernah mencoba untuk bersikap skeptis pada teman-teman yang mungkin merasa bahwa dirinya itu “prokrastinasi”. Karena saya sadar kalau semuanya itu memang menyibukkan kita dan tidak bisa dikerjakan dan “Triiiing” langsung selesai. Kadang- kadang kita juga butuh semacam ilham dan insprasi untuk memulainya. Karena itu, dalam tulisan ini saya bukanlah akan mengarahkan pembicaraan pada Prokrastinasi.

Saya hanya berpikir, bahwa, apapun yang akan kita lakukan, hal apa yang akan kita hadapi dalam rangka menghadapi persoalan akademis maupun non akademis, KITA SEBENARNYA MEMBAWA DIRI KITA SENDIRI. Kenapa begitu?
Gini deh, Teman-teman mahasiswa, pernah gak Anda berpikir, kenapa sih di perkuliahan itu harus dimulai dari semester 1? Kenapa tidak langsung aja ke semester 5 aja gitu? eh langsung skripsi deh ahha :P  (sak penakmu! yo gawe kampusmu dewe na! haha)
Saya cuma berpikir demi menjawab pertanyaan aneh tadi itu, bahwa tentu saja semua itu ada tujuannya. Tujuan perkuliahan itu dibikin jadi ada tingkatan per semesternya itu ternyata sudah saya sadari sejak awal semester 4 ini.  Iya, semua itu adalah tentang proses agar civitas mahasiswa itu memiliki kerangka berpikir ilmiah dan patuh akan etika keilmuan. Semuanya itu tentang bagaimana sebuah proses dan jam terbang yang ‘matang’ untuk kita dapat mengelola prioritas. Semua itu supaya jam-jam perkuliahan yang sudah kita tempuh itu dapat menempa kita menjadi manusia-manusia yang sabar, tabah dan bertanggung jawab.
Tugas-tugas kramat yang menumpuk kayak eek unta itu juga salah satu dari treatment demi mencapai visi dan misi universitas. Begitu juga semua kegiatan kampus, diluar jam perkuliahan (ekskul kampus). Semua demi kita juga, Mahasiswa yang penuh semangat keilmuan.
Berhubungan dengan itu, tadi sudah saya katakan bahwa kita hanya membawa diri kita sendiri. Cuma kita dan diri kita yang dapat menghargai, sejauh mana tanggung jawab itu dapat kita handledengan baik. Mungkin teman teman civitas mahasiswa semua tahu, kalau sering kali tugas-tugas kramat itu harus diselesaikan secara berkelompok. Tugas- tugas besar misalnya, perlu diselesaikan oleh setidaknya 3 orang dalam satu kelompok. Tugas tugas besar itu sebut aja kayak makalah, laporan atau tugas kreatif. Apapun mata kuliah nya, apapun jurusan dan prodi yang kita ambil, saya yakin tugas-tugas itu punya kesulitan sendiri-sendiri. Tinggal empunya aja menyikapinya seperti apa. Namun lebih dari pada semua hal yang berkaitan dengan tugas berkelompok, ada kelebihan plus kekurangannya niiih ternyata…
Sekedar inform aja.. (dan saya yakin teman-teman merasakan apa yang saya rasakan, setidaknya, kurang lebih yaa begini lah adanya) banyak dari kita (mahasiswa) tuh seneng dan lega banget kalau tugas paper kita itu dikerjain secara berkelompok. Tapi tunggu dulu… kelompok yang gimana sih yang bener-bener membuat lega? atau malah kelompok itu menjadikan kita terhambat buat menyelesaikan kewajiban kita?
Nah, kalau menurut saya, kelebihan kalau tugas itu dikerjakan secara berkelompok adalah :
1. Waktu yang digunakan untuk mencari bahan dan ide2 bisa semaksimal mungkin digunakan.
2. Kita bisa melihat dari berbagai sudut pandang guna penyelesaian tugas, karena ada banyak kepala yang digunakan buat berpikir untuk membangun sebuah konsep/rancangan.
3. Kita bisa saling mengingatkan dan menegur kalau ada perihal terkait teknis pembuatan tugas yang mungkin akan miss kalau kita kerja sendiri
4. Pendapat yang diramu secara detil bisa menjadi suatu ilmu atau informasi baru yang saling bermanfaat bagi masing-masing anggota kelompok.
5. Mengasah interpersonal dan komunikasi yang baik
6. Belajar untuk mengelola emosi dan afek serta sarana untuk mengasah empati
itu tadi itu kan kelebihannya, sekarang coba kita lihat kekurangannya :
1. Perlu kohesivitas kelompok yang kuat untuk dapat mencapai tujuan bersama, sehingga mau tidak mau kelompok perlu “ruang” untuk bisa saling mengenal lebih dahulu, mengingat kohesivitas akan terbentuk bila sudah terbentuk kontak sosial yang intens.
2. Terkadang, “who is the leader?” dalam kelompok itu sering kali menjadi permasalahan tersendiri dari kelompok. Menurut saya, ketidakefektifan kelompok yang di dalamnya tidak muncul figur pemimpin sama dengan apabila dalam kelompok itu ada lebih dari dua orang pemimpin. Ya, begitulah.. kenyataannya, ‘inisiatif’ itu memang akan terlihat secara otomatis dari diri seorang pemimpin.
3. Tanggungjawab yang sering ambigu, bila tidak terkomunikasikan dengan baik
4. Tidak semua kelompok itu kohesif dan bisa terbentuk dengan mulus tanpa adanya hambatan, sehingga cenderung malah menambah masalah ( tugas= masalah, ditambah lagi masalah internal kelompok)
5. Berpeluang untuk terjadinya prokrastinasi individu tertentu dalam kelompok
Yahh begitulah.. semuanya kan memang ada lebih dan ada kurangnya, gak ada yang lebiiiih terus.
Tapi jangan salah lhoo.. besok kalau wawancara kerja, orang yang  pasti direkomendasikan itu (selain punya integritas tinggi) adalah orang-orang yang bisa bekerja dalam tim. Jadi, apakah kita semua perlu jadi pemimpin kelompok itu? apakah kita harus menjadi ketua/pemimpin dalam kelompok itu baru bisa dibilang orang yang dapat bekerja dalam tim?
TIDAK
kalau menurut saya sih tidak..
karena saya percaya bahwa setiap dari diri kita itu adalah pejuang, adalah pemimpin
setiap manusia itu adalah the single fighter.
Artinya, gak perlu selalu ditekankan harus ada seorang  figur pemimpin yang hebat agar kinerja kelompok itu menjadi kohesif dan efektif. Tapi adalah tentang bagaiamana kita, sebagai pribadi sendiri, bertanggung jawab atas kewajiban pribadi yang diembankan pada kita terhadap kelompok.  Sehingga betul sekali, bahwa setiap diri manusia itu adalah seorang pemimpin, minimal ia dapat memimpin dirinya sendiri untuk berakhlak mulia dan bertanggung jawab.
The single fighter itu tidak akan mengharap orang lain demi penyelesaian tugas kelompoknya.The single fighter itu adalah seseorang yangcommit dengan janjinya sendiri, untuk tetap mempunyai motivasi menjadi orang yang lebih baik. The single fighter itu memiliki semangat juang yang tinggi dan berani menyelesaikan apa yang telah ia mulai. The single fighter itu lebih banyak mendengarkan dari pada berbicara. Ia akan lebih banyak memulai dan mengawali lebih cepat dari pada yang lainnya. Ia melakukan sesuatu lebih dahulu daripada orang lain. Ia punya usaha yang lebih keras dari pada yang lainnya, dan ia pasti akan lebih terang dari pada yang lainnya. Ia selalu merasa ‘bodoh’ dan ‘kurang’ dalam ilmu pengetahuan yang bermanfaat. Ia selalu bermuhasabah tentang dirinya dan orang lain. Dan ia, mengerjakan sesuatu tanpa pamrih :) hanya untuk mencari Ridho Tuhannya (Allah ‘Azza wa jalla) semata-mata.
Masih berpikiran bahwa ideologis pemimpin=ketua? atau pemimpin=orang yang pintar? Masih menyangka bahwa pemimpin=orang yang selalu eksis?
belum tentu lhoo..
kalau menurut saya pribadi :
Pemimpin sejati adalah The Single Fighter
So, anda termasuk yang mana? :D
                By: NANA REGINA-CHAN

0 komentar:

Post a Comment